Review Bacaan
“Do Rules Matter?” (Norris)
Dalam beberapa tahun perkembangan
sebuah negara, ada banyak pembahasan tentang bagaimana memahami pemilu. Untuk memahami persoalan tersebut, buku
berjudul “Do Rules Matter?” karya Norris ini sebenarnya membandingkan perspektif
yang ditawarkan oleh kelembagaan pilihan rasional dan modernisasi budaya
teori. Sekolah pemikiran yang luas ini membentuk literatur, masing-masing
beberapa kontributor masing-masing menawarkan harapan yang kontras tentang dampaknyadan konsekuensi rekayasa pemilihan terhadap perilaku manusia. Masing-masing juga mencerminkan perpecahan yang lebih dalam didalamnya ilmu sosial. Kedua perspektif tersebut menawarkan interpretasi alternatif bagaimana aktor politik akan merespon perubahan-perubahan yang terjadi serta melihat pengaruhnya terhadap perilaku rakyat.
teori. Sekolah pemikiran yang luas ini membentuk literatur, masing-masing
beberapa kontributor masing-masing menawarkan harapan yang kontras tentang dampaknyadan konsekuensi rekayasa pemilihan terhadap perilaku manusia. Masing-masing juga mencerminkan perpecahan yang lebih dalam didalamnya ilmu sosial. Kedua perspektif tersebut menawarkan interpretasi alternatif bagaimana aktor politik akan merespon perubahan-perubahan yang terjadi serta melihat pengaruhnya terhadap perilaku rakyat.
Pertama, Institusionalisme Pilihan Rasional
dan Kalkulus Imbalan Gagasan dasar mengarah kepada peraturan formal untuk
menentukan perilaku politik, yaitu pendekatan populer untuk memahami undang-undang
pemilihan, dan ini sangat umum terjadi pada pilihan institusionalisme dan model
teori permainan rasional, serta implisit dalam asumsi yang dibuat dalam banyak
sistem hukum, historis, dan struktural sistem pemilihan. Klaim teoritis utama
dalam institusionalisme pilihan rasional adalah bahwa peraturan pemilihan
formal menghasilkan insentif penting yang mampu membentuk dan menghambat
perilaku politik. 16 Aturan pemilihan formal dipahami di sini sebagai kerangka
legislatif yang mengatur pemilihan, sebagaimana tercantum dalam dokumen resmi,
konvensi konstitusional, undang-undang dasar, kode etik, dan prosedur
administratif yang disahkan oleh undang-undang dan dapat diberlakukan oleh
pengadilan.
Tulisan ini memusatkan perhatian pada
peraturan formal karena kebanyakan perhatian dalam literatur tentang teknik
pemilihan telah menekankan hal ini sebagai instrumen utama kebijakan publik. 17
Perbedaan utama adalah bahwa peraturan formal terbuka terhadap amandemen oleh
proses politik, baik oleh undang-undang, eksekutif perintah, revisi konstitusi,
judicial judgment, atau keputusan birokrasi.
Penjelasan tentang institusionalisme
pilihan rasional yang dieksplorasi dalam buku ini terletak pada serangkaian
klaim: 1). Aturan pemilihan formal membentuk insentif yang dihadapi aktor
politik. 2). Aktor politik adalah pemeras suara yang rasional dalam mengejar
pemilihankantor yang merespons secara strategis insentif pemilihan. 3). Secara
khusus, berdasarkan peraturan formal, kami berhipotesis bahwa: Menurut ambang
pemilihan, partai memutuskan apakah akan melakukannya ikuti strategi
menjembatani atau mengikat. Sedangkan Menurut struktur pemungutan suara,
mereka harus menawarkan manfaa-manfaat partikular atau hal yang terprogram. 4). Warga negara menanggapi strategi pemilihan alternatif yang diadopsi oleh politik
aktor; Mereka juga merespons langsung peraturan pemilihan yang mempengaruhi
peran mereka sebagai warga negara, dengan konsekuensi yang nyata terlihat dalam massa tingkahlaku. 5). "Rekayasa pemilihan" - mengubah peraturan pemilihan formal dengan kapasitas tertentu untuk menghasilkan konsekuensi besar dengan mengubah strategi perilaku politisi, partai dan warga negara.
mereka harus menawarkan manfaa-manfaat partikular atau hal yang terprogram. 4). Warga negara menanggapi strategi pemilihan alternatif yang diadopsi oleh politik
aktor; Mereka juga merespons langsung peraturan pemilihan yang mempengaruhi
peran mereka sebagai warga negara, dengan konsekuensi yang nyata terlihat dalam massa tingkahlaku. 5). "Rekayasa pemilihan" - mengubah peraturan pemilihan formal dengan kapasitas tertentu untuk menghasilkan konsekuensi besar dengan mengubah strategi perilaku politisi, partai dan warga negara.
Kedua, Teori Modernisasi Budaya berhubungan dengan bagaimana memahami perilaku
manusia. Argumennya ialah Aturan hukum formal terkandung dalam konstitusi,
undang-undang dan peraturantertulis dapat didokumentasikan dengan seksama,
dikategorikan secara mendalam, tepat diukur, sehingga karenanya bermanfaat
dibandingkan di banyak negara. Pola perilaku yang mendalam dan kebiasaan dapat
bertahan tanpa berubah, membuat adanya perubahan para reformator pemilu. Teori modernisasi
budaya alternatif berbeda dalam penekanannya ketika melihat apa yang mendorong
perilaku manusia.
Ada empat argumen pertama dalam
melihat teori ini, antara lain: 1). Proses modernisasi masyarakat mengubah
struktur masyarakat dalam cara yang dapat diprediksi. 2). Modernisasi
masyarakat memiliki konsekuensi yang mendalam bagi politik budaya, dengan
bentuk-bentuk baru politik warga negara yang muncul pasca-industri masyarakat.
3). Budaya politik ditransmisikan melalui proses sosialisasi dialami pada masa
kanak-kanak dan remaja, termasuk akuisi norma dan nilai sosial kebiasaan. Elit politik dimotivasi oleh afektif. 4).
Rekayasa pemilihan memiliki kapasitas terbatas untuk menghasilkan perubahan
jangka pendek dalam perilaku politik.
Komentar
Posting Komentar