PERBEDAAN SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PARLEMENTER, TERPIMPIN DAN DEMOKRASI PANCASILA
Perbedaan dan persamaan sistem pemerintahan demokrasi parlementer,
terpimpin, dan orde baru dapat dilihat dari ciri-ciri ketiga sistem
pemerintahan ini. Pertama, demokrasi
parlementer. Beberapa ciri-ciri demokrasi parlementer diantaranya;
1.Presiden
Sebagai Kepala Negara, Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan
Dalam sistem
parlementer presiden sebagai kepala negara hanya bertindak sebagai kepala
negara yang mengawasi tanpa memiliki kewenangan apapun atas tindakan
pemerintah. Tindakan dan kewenangan untuk menjalankan pemerintahan sepenuhnya
berada di tangan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
2.
Eksekutif Bertanggung jawab pada Legislatif
Lembaga eksekutif
bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya kepada legislatif (parlemen).
Pelaporan dan semua kewenangan atas keputusan harus melalui legislatif terlebih
dulu. Jika hal yang hendak dijalankan tidak mendapatkan izin dari legislatif
maka mutlak harus dijalankan sesuai perintah parlemen.
3.
Kekuasaan Eksekutif dapat Dijatuhkan Oleh Legislatif
Pejabat dan menteri
maupun presiden tidak memiliki kewenangan apapun dalam hal jabatan. Dapat
diartikan bahwa jabatan- jabatan tersebut dapat dengan mudah digeser atau
dijatuhkan hanya dengan keputusan rapat parlemen yang bertindak sebagai lembaga
legislatif.
4.
Hak Prerogatif Dimiliki Perdana Menteri
Hak prerogatif perdana
menteri adalah hak istimewa yang dimiliki seorang perdana menteri mengenai
hukum dan undang- undang diluar kekuasaan badan perwakilan. Pada sistem
parlementer, perdana menteri memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan
memberhentikan pejabat atau menteri yang memimpin departement dan non
departement.
5.
Eksekutif Ditunjuk oleh Legislatif
Eksekutif yang
bertindak membantu kerja presiden dalam tata pemerintahan ditunjuk berdasarkan
keputusan legislatif. Parlemen yang berwenang menentukan siapa yang berhak
menduduki jabatan di lembaga eksekutif presiden. Presiden sendiri dipilih
berdasarkan seleksi menurut undang-undang yang berlaku di negara tersebut.
6.
Menteri Bertanggungjawab pada Legislatif
Kebijakan seorang
menteri selain harus melalui izin dari lembaga legislatif juga harus
dipertanggungjawabkan kepada pihak legislatif. Hal inilah yang terkadang
menimbulkan semacam kesenjangan kekuasaan. Kesenjangan kekuasan yang dimaksud
disini adalah berkurangnya penghargaan kinerja dari kedua lembaga tersebut.
Bahkan dapat terjadi silang pendapat dan saling melempar tanggung jawab.
Akibatnya, rakyat yang menanggung risikonya dengan berlama- lama menunggu
keputusan keduanya.
Kedua, Ciri-ciri demokrasi terpimpin diantaranya adalah
sebagai berikut :
1.
Dominasi
kekuasaan presiden
Dalam sistem demokrasi terpimpin menganut asas
presidensil. Asas yang mengedepankan presiden sebagai pemilik kekuasaan
tertinggi. Hal ini memicu munculnya kesenjangan peran dari wakil rakyat dan
memengaruhi sistem kerja kabinet. Presiden yang memimpin segala pergerakan
pemerintahan sehingga dapat dengan mudah menyingkirkan peran- peran yang
dianggap tidak sesuai dengan kehendaknya, terutama dalam bidang politik.
Memudarnya sistem partai politik bagi Indonesia pada
masa demokrasi terpimpin mengakibatkan pudarnya peran parpol saat itu.
Keberadaan partai politik bahkan tidak dilaksanakan untuk mengisi jabatan di
pemerintahan, melainkan untuk menjadi pendukung dari segala kebijakan presiden.
Maka dapat diartikan peran partai politik hanya akan segaris dengan keputusan
presiden tanpa adanya inovasi dalam pergerakan pemerintahan.
3.
Peran Militer
Semakin Kuat
Perkembangan militer di Indonesia dimanfaatkan
sebagai benteng pertahanan yang sekaligus menjadi dwifungsi peran pemerintahan.
Kekuatan Angkatan Bersenjata pada masa ini sangat memiliki kekuasaaan yang
tinggi. Bahkan lembaga pemerintahan berada di bawah komando kemiliteran.
Militer telah terlibat dalam pergolakan politik domestik karena adanya
dwifungsi ABRI. Hal tersebut sudah terjadi sejak tahun 1958 yang mengakibatkan
perubahan signifikan bagi popularitas militer Indonesia.
4. Berkembangnya Paham
Komunisme
Partai Komunis
Indonesia mengalami perubahan dominan pada masa demokrasi terpimpin. Hal
tersebut disebabkan adanya hubungan timbal balik antara presiden Soekarno
dengan PKI. Hubungan tersebut terjadi karena popularitas Soekarno yang sedang
naik dimanfaatkan oleh PKI sebagai daya tarik untuk memeroleh massa.
5. Anti Kebebasan Pers
Pers berperan penting
dalam sebuah negara sebagai penyalur aspirasi masyarakat untuk sistem politik
yang lebih baik. Namun, pada masa demokrasi terpimpin kebebasan mengemukakan
pendapat bagi insan pers mulai dibatasi oleh oknum- oknum pendukung pemerintah
dalam hal ini presiden yang berkuasa.
6. Sentralisasi Pihak Pusat
Dominasi pihak pusat dalam
mengeluarkan kebijakan sangat tampak dalam pemerintahan demokrasi terpimpin.
Ketiga, ciri-ciri pemerintahan Orde Baru, antara lain
1.
Pemerintahan diktator dan otoriter
Penerapan
pemerintahan diktator dan otoriter tidak semata-mata mengakibatkan hal yang
negatif pada masa orde baru. Penyelenggaraan pemerintahan pada orde baru tetap
berlangsung aman, meskipun bersifat diktator dan otoriter.
2.
Pelanggaran HAM.
Meskipun
berlangsung aman, Orde Baru dikenal dengan masa terjadinya pelanggaran HAM yang
besar dan terbuka. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pembangunan banyak yang
merugikan masyarakat Indonesia. Proses penyelesaian masalah dengan cara
militeristik mengakibatkan banyak masyarakat yang dibunuh untuk kepentingan
pelanggengan kekuasaan pemimpin pada saat itu.
3.
Indonesia kembali menjadi anggota PBB.
Ketika
sebelumnya Indonesia sempat keluar dari PBB karena ketidaksesuaian antara apa
yang diinginkan Soekarno dengan PBB, pada masa orde baru Soeharto memasukkan
Indonesia menjadi anggota PBB. Hal ini dilatarbelakangi kedekatan dan jalinan
kerjasama Soeharto dengan beberapa negara di PBB.
4.
Pemilu tidak bersifat demokratis.
Pada masa
Orde Baru, Pemilu hanya diikuti 3 partai yaitu PPP, Golkar, dan PDI. Pemilu
diadakan 5 tahun sekali. Namun, dalam penyelenggaraannya, pemilu tidak bersifat
demokratis. Pemilu hanya sekadar formalitas dalam penyelenggaraan demokrasi
pancasila. Besarnya kekuatan relasi Soeharto dengan TNI dan partai menjadi
alasan baginya tetap dipilih menjadi presiden. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
meski pada saat orde baru negara Indonesia disebut negara demokrasi, namun penyelenggaraan
pemilu tidak demokratis.
5. sistem
sentralistik kekuasaan pada presiden
Proses pemerintahan
pada masa orde baru memiliki persamaan dengan demokrasi terpimpin, dimana
pemerintahan diselenggarakan dengan bersifat sentralistik. Semua kebijakan
diatur oleh presiden. Sehingga, entah itu kebijakan positif maupun negatif bagi
masyarakat, tetap dijalankan selama presiden menyetujui kebijakan tersebut.
6.
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tidak berbasis
ekonomi kerakyatan.
Maraknya
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pada masa orde baru, menempatkannya sebagai
masa yang meningkatkan kehidupan ekonomi negara Indonesia. Akan tetapi,
meskipun demikian pembangunan tidak berbasis kerakyatan. Rakyat tetap dilihat
sebagai objek pembangunan.
7.
Kebebasan pers sangat terbatas.
Keberadaan
pers pada masa orde baru dianggap menjadi ancaman bagi pemerintah. Maka, pada
saat itu kebebasan pers dibatasi, atau hanya diberi kebebasan memberitakan hal
yang positif bagi pemerintahan Orde Baru. Hal ini mengakibatkan kebijakan
publik tidak transparan, serta tidak adanya kebebasan untuk berpendapat,
sehingga memberikan kesan ideologi tertutup.
Berdasarkan
ciri-ciri di atas, maka perbedaannya dapat dibuat dalam bentuk tabel di bawah
ini (berpedoman pada teori sistem Almond)
Sistem
|
Demokrasi
Parlementer
|
Demokrasi
Terpimpin
|
Demokrasi
Pancasila Orde Baru
|
Input
|
Penyelenggaraan
pemerintahan pada masa demokrasi parlementer didominasi oleh multipartai
berbasis ideologi dan adanya kekuatan masing-masing partai untuk
berkontestasi
|
Minimalisir
keterlibatan parpol dalam pemerintahan, sehingga setiap kebijakan bertumpu
pada pemimpin negara atau presiden
|
Kekuasaan
didominasi oleh presiden Soeharto dan keterlibatan TNI dalam mendukung
pemerintahannya.
|
Proses
|
Dominasi
partai menyebabkan setiap proses pemerintahan dipengaruhi oleh kepentingan partai-partai
ada pada saat itu. Setiap proses politik pun dilakukan oleh partai politik
dengan kapasitas dan legitimasi mereka pada saat itu
|
Pemerintah mendominasi dalam proses pemerintahan.
Adapun kebijakan-kebijakan politik bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan.
Dalam masa ini juga, kebebasan pers dibatasi.
|
Proses
pemerintahan pada masa orde baru memiliki persamaan dengan demokrasi
terpimpin, dimana pemerintahan diselenggarakan dengan bersifat sentralistik.
Semua kebijakan diatur oleh presiden. Selain itu, parpol berada dibawah
kendali presiden sehingga kebijakan-kebijakan bertujuan untuk kekuasaan
otoriter Soeharto.
|
Output
|
Banyaknya
partai pada saat pemerintahan parlementer menyebabkan kebijakan-kebijakan
dibuat untuk kepentingan masing-masing partai. Sehingga terjadi persaingan
kepentingan yang berimbas pada adanya tarik ulur kepentingan. Maka, output
yang dihasilkan pun tidak sesuai dengan
harapan masyarakat
|
Setiap
kebijakan yang dikeluarkan bertujuan untuk kepentingan kekuasaan soekarno.
Setiap komponen pemerintah diarahkan untuk melanggengkan kekuasaanya,
termasuk proses pengawasan terhadap pemerintah.
|
Terwujudnya
usaha pelanggengan kekuasaan Soeharto selama 32 tahun memipin Indonesia.
Selain itu, adanya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang mencolok,
meskipun diakhiri dengan krisis di akhir pemerintahannya.
|
Implikasi
|
Sebagai
akibat, pada masa parlementer terjadi tidak stabilnya ekonomi, masyarakat
terjebak dalam eksklusivisme ideologi masing-masing, militer ikut dalam
proses politik dengan alasan menjaga stabilitas keamanan, kabinet terus
berganti sehingga gagal menyusun konstituante.
|
Proses
pemerintahan yang sentralistik mengakibatkan kurangnya kebebasan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. hak-hak penyampaian pendapat
dan berpolitik dibatasi oleh negara. selain itu, terjadinya masalah-masalah
ekonomi dan politik, seperti devaluasi rupiah dan masalah politik dengan
Malaysia.
|
Ketika
pemerintahan ORBA melihat kehadiran media sebagai ancaman dalam proses
penyelenggaraan kekuasaan otoriter waktu itu, maka kebebasan media dibatasi
untuk pelanggengan kekuasaan. Selain itu, masyarakat tidak terlibat dalam
proses pengambilan kekuasaan. Selain itu,terjadinya praktek KKN, pelanggaran
HAM, masyarakat tidak bebas, adanya dwifungsi ABRI.
|
Komentar
Posting Komentar