literature review gerakan sosial
Literature Review
Wacana “Konservasi” Formapp Manggarai Barat
dalam Polemik Pembangunan Sarana Wisata Alam di Pulau Komodo
Berdasarkan topik yang penulis paparkan, ada dua variabel utama yang menjadi landasan teori dalam membahas topik tersebut. Variabel pertama adalah Formapp yang merupakan salah satu gerakan sosial di Manggarai Barat serta variabel kedua adalah diskursus atau wacana sebagai instrumen dari gerakan sosial untuk mempengaruhi masyarakat dalam memahami konservasi. Untuk memahami kedua variabel tersebut penulis menarasikan review beberapa buku dan jurnal yang berhubungan dengan Gerakan Sosial dan Wacana:
A. Konsep Gerakan Sosial
1. Buku Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial Indonesia (Ditulis Fadillah Putra dkk, 2006)
Dalam halaman 1-5 buku ini menjelaskan jejak historis gerakan sosial di Indonesia. Bagian ini sangat penting dalam penelitian saya sebagai penjelasan awal dinamika alasan dan dinamika gerakan sosial di Indonesia dari waktu ke waktu. Dalam jejak historis, Indonesia memiliki kashanah dokumentasi tentang pemberontakan petani pada masa kolonial gerakan nasionalisme pada awal abad ke-20, gerakan demokratisasi, gerakan feminisme, dan gerakan lingkungan pada masa Orde Baru serta gerakan anti globalisasi yang muncul tahun 1990-an hingga sekarang (Putra Fadilla, dkk, 2006:4). Gerakan-gerakan tersebut menghasilkan perubahan dalam proses pemerintahan dan kehidupan sosial bangsa Indonesia. Gerakan sosial ada dalam seluruh rangkaian waktu tersebut sebagai urgensi bahwa cita-cita bangsa tidak hanya dibebankan kepada negara sebagai institusi tunggal. Peranan agen-agen gerakan sosial mutlak dibutuhkan untuk melakukan kontrol terhadap ketimpangan, percepatan pertumbuhan demokrasi dan terciptanya tatanan sosial yang lebih berkeadilan, beradab dan bermartabat (Putra Fadilla, dkk, 2006:5). Gerakan muncul ketika ada relasi sosial dan persoalan-persoalan terkait ketimpangan kebijakan dan sosial.
Kemunculan gerakan sosial setidaknya ada dua penjelasan (Putra Fadilla, dkk, 2006:9): Pertama, hubungan antara proses framing dan suatu pemikiran tentang perubahan politik objektif yang memfasilitasi kemunculan gerakan sosial. Perubahan politik tertentu mendorong mobilisasi tidak hanya melalui pengaruh objektif yang diakibatkan oleh setting dalam pergerakan proses framing yang selanjutnya menggerogoti legitimasi sistem. Kedua, suatu gerakan sosial juga bisa muncul karena kaitan resiprokal antara proses framing dan mobilisasi. Proses framing secara jelas mendorong mobilisasi ketika orang-orang berupaya mengorganisasi dan bertindak pada kesadaran yang bekembang tentang ketidakabsahan dan kerentanan sistem. Pada saat yang sama, potensi bagi proses framing yang kritis dikondisikan oleh akses orang-orang kepada berbagai struktur mobilisasi.
Kelemahan utama dari referensi ini adalah penulis belum menjelaskan secara detail terkait alasan utama dan konkret gerakan sosial muncul. Penjelasan yang dipaparkan hanya sebatas akibat eksistensi gerakan sosial dan framing yang bisa dipakai untuk menganalisis kemunculan gerakan sosial. Selain itu, konteks ekonomi, politik, dan budaya munculnya gerakan-gerakan sosial juga tidak dipaparkan oleh penulis buku tersebut.
Poin dari Referensi ini adalah dalam penelitian yang akan dilakukan harus diantar dengan pemetaan dan dinamika gerakan sosial di Indonesia. Selain itu, buku ini menyediakan framing dalam menganalisis kemunculan gerakan sosial, entah hubungan antara proses framing dan suatu pemikiran tentang perubahan politik objektif yang memfasilitasi kemunculan gerakan sosial atau pun karena kaitan resiprokal antara proses framing dan mobilisasi. Hal itu sangat penting untuk mengetahui konteks penelitian yang dilakukan. Dalam konteks topik gerakan dan wacana, dinamika dan pemetaan sangat penting untuk melihat alasan dan bagaimana konteks sosial, politik, ekonomi, dan budaya Formapp muncul di Manggarai Barat.
2. Buku “Social Movement: An Introduction” (Ditulis Donatella D. Porta dan Mario Diani, 2006)
Dalam bukunya “Social Movement: An Introduction”, Prota Diani (2006) menjelaskan bahwa dalam mempelajari gerakan sosial berarti berfokus tentang bagaimana ide, individu, peristiwa, dan organisasi saling terkait satu sama lain secara lebih luas. Proses aksi kolektif, dengan beberapa kontinuitas dari waktu ke waktu. Mengingat dimensi tersebut bersifat kompleks dan multidimensional, tidak mengherankan bahwa gerakan sosial dapat didekati dengan mengacu pada pertanyaan intelektual yang sangat beragam. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merujuk pada hubungan antara perubahan struktural dan tranformasi, nilai menjadi tindakan kolektif, dan konteks sosial, politik, dan budaya (Diani Potra, 2006): Apakah perubahan sosial menciptakan kondisi untuk munculnya gerakan-gerakan baru? Bagaimana kita mendefinisikan masalah sebagai objek yang layak, dan aktor sebagai subyek tindakan kolektif yang layak? Bagaimana tindakan kolektif bisa dilakukan? Apa yang menentukan bentuk dan intensitas tindakan kolektif?. Sementara pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mencerminkan sepenuhnya kekayaan perdebatan saat ini pada aksi kolektif dan gerakan sosial, mereka pasti memainkan peran penting dalam membentuk diskusi selama beberapa dekade terakhir (Diani Potra, 2006).
Pertanyaan-pertanyaan di atas membantu pembaca untuk mengkategorisasikan gerakan sosial yang dilakukan masuk dalam konsep dan perspektif gerakan sosial yang mana. Apalagi gerakan sosial bukan hanya fokus pada isu tenaga kerja dan negara. Lebih dari itu, gerakan sosial melihat dan berpusat pada kekhawatiran isu pembebasan perempuan, perlindungan lingkungan, dominasi kapital, ketimpangan sosial dan lain-lain.
Dalam topik gerakan sosial dan wacana, kategorisasi ini sangat penting untuk dilakukan. Kategorisasi ini bertujuan untuk memudahkan saya memilih berada pada sudut pandang mana untuk melihat Formapp Manggarai Barat sebagai gerakan sosial. Kira-kira perspektif apa yang akan saya pakai berdasarkan pertanyaan kategorisasi tersebut.
3. Buku Hegemoni dan Strategi Sosialis: Postmarxisme dan Gerakan Sosial Baru (Ditulis Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, 2008)
Buku Hegemoni dan Strategi Sosialis (HSS) merupakan pedoman bagi saya untuk berperspektif melihat Formapp sebagai gerakan sosial. Saya ingin memahami gerakan sosial dari sudut pandang Laclau dan Mouffe. Pandangan Laclau dan Mouffe sangat menarik dibahas karena mereka berada pada perspektif gerakan sosial baru/ atau gerakan sosial sebagai gerakan kultural (Manalu Dimpos, 2007).
Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial dalam konteks hubungan antagonistik dalam masyarakat. Antagonisme memainkan peran penting dalam pembentukan identitas dan hegomoni karena penciptaan suatu antagonisme sosial meliputi penciptaan musuh yang akan membentuk political frontiers yang dikotomik. Gerakan sosial harus dipahami sebagai bentuk perlawanan-perlawanan terhadap bentuk-bentuk penindasan baru yang muncul dalam masyarakat kapitalisme maju (Laclau dan Mouffe, 2008).
Dalam definisi di atas, Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial dilengkapi keterangan aktor penindas dan ditindas. Mereka beragumen bahwa ada empat posisi teoritik dalam melihat hubungan agen dan gerakan sosial (Laclau dan Mouffe, 2008): pertama, setiap masyarakat dan agen sosial adalah lokus bagi multiplisitas dari relasi-relasi sosial. Relasi tidak terbatas pada relasi sosial produksi, tetapi juga relasi-relasi sosial lainnya, seperti seks, ras, nasionalitas dan lingkungan. Semua hubungan-hubungan sosial ini mendeterminasi personalitas atau posisi subyek, karena itu setiap agen sosial merupakan lokus dari sejumlah posisi subyek dan tidak dapat direduksi hanya kepada satu posisi.
Kedua, menolak pandangan ekonomi mengenai evolusi sosial yang diatur oleh satu logika ekonomi, pandangan yang memahami bahwa kesatuan formasi sosial sebagai hasil dari akibat-akibat yang bersifat “niscaya” yang diproduksi dalam superstruktur politik dan ideologi oleh infrastruktur ekonomi. Kesatuan formasi sosial merupakan produk dari artikulasi-artikulasi politik yang pada gilirannya menjadi praktek sosial yang memproduksi formasi hegemonik.
Ketiga, “formasi hegemonik” adalah seperangkat format-format sosial yang stabil, materialisasi dari suatu artikulasi sosial di mana hubungan-hubungan sosial yang berbeda bereaksi secara timbal balik untuk menyediakan kondisi-kondisi eksistensi secara mutual, atau setidaknya menetralisir potensi dari efek-efek destruktif dari suatu hubungan-hubungan lain yang sejenis. Suatu formasi hegemonik selalu berpusat di antara hubungan-hubungan sosial tertentu. Keempat, semua hubungan sosial dapat menjadi lokus antagonisme, sejauh hubungan-hubungan tersebut dikonstruksi sebagai hubungan-hubungan subordinasi. Banyak format subordinasi yang berbeda dapat menjadi asal-mula konflik dan juga perjuangan.
Gerakan sosial yang dimaksud Laclau dan Mouffe harus membangun gerakan yang mengakomodir tuntutan berbagai macam kolompok dan kepentingannya untuk membangun gerakan sosial sebagai gerakan kolektif. Laclau dan Mouffe membahasakannya dengan istilah revolusi demokratik atau demokrasi radikal plural. Gerakan sosial merupakan ekspresi dari antagonisme yang muncul dalam memberikan respon terhadap formasi hegemoni yang muncul dari negara mendominasi individu-individu dan partisi mereka. Bagi Laclau dan Mouffe, gerakan sosial harus mampu membangun revolusi demokratik atau demokrasi radikal plural yang bersifat populis (Laclau dan Mouffe, 2008).
Istilah radikal dalam konsepsi demokrasi radikal plural yang dibangun Laclau dan Mouffe bisa bermakna antara lain (Laclau dan Mouffe, 2008): demokrasi harus pluralitas dari identitas-identitas yang berbeda tidaklah transenden dan tidak didasarkan pada dasar positif(is) apapun, perjuangan untuk kebebasan dan persamaan harus diperluas ke seluruh masyarakat atau pada wilayah sosial umumnya. Konsepsi ini mengandung dimensi sosialis karena menekankan problem subordinasi dalam masyarakat.
Perspektif Laclau dan Mouffe membantu saya dalam memahami gerakan sosial dengan berdasarkan pada empat posisi teoritik dalam melihat hubungan agen dan gerakan sosial. studi gerakan sosial Formapp bisa dianalisis dengan empat perspektif teoritik ini, sehingga saya dapat mempertemukan gerakan sosial Formapp mulai dari dibentuk serta dinamika yang terjadi di dalamnya dengan perspektif gerakan sosial baru Laclau dan Mouffe.
4. Jurnal berjudul “Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik: Kasus Perlawanan Masyarakat Batak vs PT Indorayon Utama, di Porsea, Sumatera Utara” (Ditulis Dimpos Manalu, 2007)
Jurnal ini pada dasarnya banyak menjelaskan konsep terkait dengan konsep-konsep gerakan sosial beserta studi kasus perlawanan masyarakat Batak melawan PT Indorayon di Porsea. Namun, saya menarik satu poin penting tulisan ini ialah Manula Dimpos membuat kesimpulan tesis dari gerakan sosial Laclau dan Mouffe. Secara umum tesis gerakan sosial Laclau dan Mouffe melihat gerakan kontemporer sebagai respon terhadap ketidakcakapan struktur politik dan ekonomi masyarakat. Jelas bahwa gerakan sosial yang dibangun dari pendekatan Laclau dan Mouffe memiliki struktur organisasi yang terdesentralisasi, menggunakan strategi inkonvensional, dan terfokus pada isu budaya dan identitas (Manalu Dimpos, 2007).
Maka, kelemahan utama dari pendekatan gerakan sosial baru ini adalah kurang mampu melihat keterkaitan gerakan-gerakan sosial yang berlangsung sepanjang masa atau menafikan gerakan-gerakan kontemporer serta peran mereka dalam menjaga dinamika gerakan berkelanjutan. Selain itu gerakan sosial baru seolah perubahan cultural bisa dipisahkan dari isu-isu politik konvensional seperti hukum dan keadilan distributif (Manalu Dimpos, 2007).
B. Konsep Wacana
1. Jurnal “Pertempuran Makna Publik dalam Wacana Proyek Reklamasi Reklamasi Teluk Jakarta” (Ditulis Amalinda Savirani, 2017)
Wacana berkaitan dengan “artikulasi” atau berargumen (Savirani Amalinda, 2017). “Artikulasi” dipahami sebagai kegiatan atau praktik apa pun yang membangun relasi di antara elemen, termasuk identitas, yang merupakan hasil dari modifikasi kegiatan berwacana atau berartikulasi (Savirani Amalinda, 2017). Hal ini merujuk pada teori wacana Laclau dan Mouffe yang berasumsi bahwa semua obyek dan tindakan memiliki makna, yaitu produk dari sistem-sistem partikular yang memiliki perbedaan signifikan, yang bersifat spesifik secara historis (Laclau dan Mouffe, 2008). Teori ini menelaah bagaimana praktek-praktek sosial mengartikulasikan dan mengkontestasikan wacana yang bisa membentuk realitas sosial. Praktek-praktek ini menjadi mungkin karena sistem-sistem pemaknaan bersifat contingent dan tidak pernah secara penuh/tetap (fixed) dalam menuntaskan wilayah yang sosial dari pemaknaan (Laclau dan Mouffe, 2008).
Argumentasi wacana yang disampaikan tulisan ini memberikan sudut pandang bagi saya dalam melihat bagaimana wacana “konservasi” diproduksi dan diolah untuk mempengaruhi masyarakat di Manggarai Barat. Arah yang akan saya lakukan berbeda dengan apa yang disampaikan Amalinda Savirani (2017). Analisis wacana yang akan diteliti bukan bagaimana kontestasi wacana yang terjadi, melainkan bagaimana salah satu aktor memproduksi dan mengolah wacana tersebut sehingga diterima oleh agen sosial serta relasi yang terjadi di dalamnya.
2. Buku Hegemoni dan Strategi Sosialis: Postmarxisme dan Gerakan Sosial Baru (Ditulis Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, 2008)
Dalam ranah pemikiran teoritik Laclau dan Mouffe, wacana dijelaskan sebagai totalitas terstruktur yang dihasilkan dari praktek artikulasi (Jalal Moch, 2007). Posisi-posisi yang berbeda-beda yang terartikulasi oleh wacana disebut moments. Secara kontras, sebutan elemen setiap perbedaan yang tidak terartikulasikan secara diskursif. Pembedaan-pembedaan ini mengharuskan adanya tipe-tipe spesifikasi (Laclau dan Mouffe, 2008): Pertama, suatu formasi diskursif bukan merupakan sesuatu yang satu kesatuan baik dan dalam koherensi logis dari elemen-elemen, atau secara apriori dalam subyek transendentalnya.
Kedua, Laclau dan Mouffe menolak pembedaan antara praktek-praktek diskursif dan non-diskursif. Hal ini ditegaskan: a. bahwa setiap objek terbentuk sebagai objek wacana karena tidak ada objek yang muncul begitu saja di luar syarat kemunculan yang bersifat diskursif; dan bahwa setiap pembedaan antara apa yang biasanya disebut sebagai aspek-aspek linguistik dan behavioral dalam suatu praktek sosial, merupakan suatu pembedaan yang tidak tepat atau pun merupakan sesuatu yang harus dipahami sebagai suatu diferensiasi terhadap produksi makna sosial yang terstruktur dalam totalitas-totalitas diskursif. Ketiga. Gerak transisi menuju totalitas relasional yang disebut sebagai diskursus, akan sulit untuk bisa memcahkan problem-problem awal jika logika relasional dan pembedaan dari totalitas diskursif berkembang secara tidak terbatas.
Berdasarkan teorisasi mereka, teorisasi wacana meliputi seperangkat pemahaman luas terhadap yang politik (the political), tidak semata-mata dibatasi oleh lembaga-lembaga (institusi-institusi), namun lebih dari itu, the political dipahami sebagai sesuatu yang bersifat konstitutif terhadap (makna) yang sosial (the social), dan secara parsial (contingent) pemaknaannya ditetapkan (fixed) dalam konstruksi-konstruksi sosial (Laclau dan Mouffe, 2008).
Dalam buku HSS, Laclau dan Mouffe menjelaskan secara rinci bagaimana melihat wacana dengan karakteristik. Dengan demikian, setiap hal yang muncul ke atas permukaan dalam relasi sosial belum tentu wacana jika tidak memenuhi karakteristik wacana tersebut. Selain itu, Laclau dan Mouffe melengkapi pembahasannya dengan cara kerja wacana itu sendiri. Penjelasan dalam buku ini menjadi arah bagaimana wacana “konservasi” dianalisis dari kemunculannya, proses distribusi, dan dinamika sampai wacana tersebut diterima sebagai kebenaran.
Daftar Pustaka:
Jalal, Moch. (2007). Praktik Diskursif The Theory of Truth Michel Foucault dalam Konstruksi Simbolisasi Bahasa di Indonesia. Journal Universitas Airlangga. 20. 220-227. Diakses dari http://journal.unair.ac.id/article_2152_media15_category8.html.
Laclau, Ernesto dan Chantal Mouffe. (2008). Hegemoni dan Strategi Sosialis: Postamarxisme dan Gerakan Sosial Baru (Cetakan I). Yogyakarta: Resist Book.
Manalu, Dimpos. (2007). Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik: Kasus Perlawanan Masyarakat Batak vs PT Indorayon Utama, di Porsea, Sumatera Utara. Jurnal Populasi UGM. 18.27-50. Diakses dari https://jurnal.ugm.ac.id/populasi/article/view/12066
Porta, D. Della dan Mario Diani. (2006). Social Movement: An Introduction (Second Edition). Cartlon: Blackwell Publishing.
Putra, Fadillah dkk. (2006). Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial Indonesia (Cetakan I). Malang: Averroes Press.
Savirani, Amalinda. (2017). Pertempuran Makna Publik dalam Wacana Proyek Reklamasi Reklamasi Teluk Jakarta. Jurnal Presma. 36. 112-126.
Wacana “Konservasi” Formapp Manggarai Barat
dalam Polemik Pembangunan Sarana Wisata Alam di Pulau Komodo
Berdasarkan topik yang penulis paparkan, ada dua variabel utama yang menjadi landasan teori dalam membahas topik tersebut. Variabel pertama adalah Formapp yang merupakan salah satu gerakan sosial di Manggarai Barat serta variabel kedua adalah diskursus atau wacana sebagai instrumen dari gerakan sosial untuk mempengaruhi masyarakat dalam memahami konservasi. Untuk memahami kedua variabel tersebut penulis menarasikan review beberapa buku dan jurnal yang berhubungan dengan Gerakan Sosial dan Wacana:
A. Konsep Gerakan Sosial
1. Buku Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial Indonesia (Ditulis Fadillah Putra dkk, 2006)
Dalam halaman 1-5 buku ini menjelaskan jejak historis gerakan sosial di Indonesia. Bagian ini sangat penting dalam penelitian saya sebagai penjelasan awal dinamika alasan dan dinamika gerakan sosial di Indonesia dari waktu ke waktu. Dalam jejak historis, Indonesia memiliki kashanah dokumentasi tentang pemberontakan petani pada masa kolonial gerakan nasionalisme pada awal abad ke-20, gerakan demokratisasi, gerakan feminisme, dan gerakan lingkungan pada masa Orde Baru serta gerakan anti globalisasi yang muncul tahun 1990-an hingga sekarang (Putra Fadilla, dkk, 2006:4). Gerakan-gerakan tersebut menghasilkan perubahan dalam proses pemerintahan dan kehidupan sosial bangsa Indonesia. Gerakan sosial ada dalam seluruh rangkaian waktu tersebut sebagai urgensi bahwa cita-cita bangsa tidak hanya dibebankan kepada negara sebagai institusi tunggal. Peranan agen-agen gerakan sosial mutlak dibutuhkan untuk melakukan kontrol terhadap ketimpangan, percepatan pertumbuhan demokrasi dan terciptanya tatanan sosial yang lebih berkeadilan, beradab dan bermartabat (Putra Fadilla, dkk, 2006:5). Gerakan muncul ketika ada relasi sosial dan persoalan-persoalan terkait ketimpangan kebijakan dan sosial.
Kemunculan gerakan sosial setidaknya ada dua penjelasan (Putra Fadilla, dkk, 2006:9): Pertama, hubungan antara proses framing dan suatu pemikiran tentang perubahan politik objektif yang memfasilitasi kemunculan gerakan sosial. Perubahan politik tertentu mendorong mobilisasi tidak hanya melalui pengaruh objektif yang diakibatkan oleh setting dalam pergerakan proses framing yang selanjutnya menggerogoti legitimasi sistem. Kedua, suatu gerakan sosial juga bisa muncul karena kaitan resiprokal antara proses framing dan mobilisasi. Proses framing secara jelas mendorong mobilisasi ketika orang-orang berupaya mengorganisasi dan bertindak pada kesadaran yang bekembang tentang ketidakabsahan dan kerentanan sistem. Pada saat yang sama, potensi bagi proses framing yang kritis dikondisikan oleh akses orang-orang kepada berbagai struktur mobilisasi.
Kelemahan utama dari referensi ini adalah penulis belum menjelaskan secara detail terkait alasan utama dan konkret gerakan sosial muncul. Penjelasan yang dipaparkan hanya sebatas akibat eksistensi gerakan sosial dan framing yang bisa dipakai untuk menganalisis kemunculan gerakan sosial. Selain itu, konteks ekonomi, politik, dan budaya munculnya gerakan-gerakan sosial juga tidak dipaparkan oleh penulis buku tersebut.
Poin dari Referensi ini adalah dalam penelitian yang akan dilakukan harus diantar dengan pemetaan dan dinamika gerakan sosial di Indonesia. Selain itu, buku ini menyediakan framing dalam menganalisis kemunculan gerakan sosial, entah hubungan antara proses framing dan suatu pemikiran tentang perubahan politik objektif yang memfasilitasi kemunculan gerakan sosial atau pun karena kaitan resiprokal antara proses framing dan mobilisasi. Hal itu sangat penting untuk mengetahui konteks penelitian yang dilakukan. Dalam konteks topik gerakan dan wacana, dinamika dan pemetaan sangat penting untuk melihat alasan dan bagaimana konteks sosial, politik, ekonomi, dan budaya Formapp muncul di Manggarai Barat.
2. Buku “Social Movement: An Introduction” (Ditulis Donatella D. Porta dan Mario Diani, 2006)
Dalam bukunya “Social Movement: An Introduction”, Prota Diani (2006) menjelaskan bahwa dalam mempelajari gerakan sosial berarti berfokus tentang bagaimana ide, individu, peristiwa, dan organisasi saling terkait satu sama lain secara lebih luas. Proses aksi kolektif, dengan beberapa kontinuitas dari waktu ke waktu. Mengingat dimensi tersebut bersifat kompleks dan multidimensional, tidak mengherankan bahwa gerakan sosial dapat didekati dengan mengacu pada pertanyaan intelektual yang sangat beragam. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merujuk pada hubungan antara perubahan struktural dan tranformasi, nilai menjadi tindakan kolektif, dan konteks sosial, politik, dan budaya (Diani Potra, 2006): Apakah perubahan sosial menciptakan kondisi untuk munculnya gerakan-gerakan baru? Bagaimana kita mendefinisikan masalah sebagai objek yang layak, dan aktor sebagai subyek tindakan kolektif yang layak? Bagaimana tindakan kolektif bisa dilakukan? Apa yang menentukan bentuk dan intensitas tindakan kolektif?. Sementara pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mencerminkan sepenuhnya kekayaan perdebatan saat ini pada aksi kolektif dan gerakan sosial, mereka pasti memainkan peran penting dalam membentuk diskusi selama beberapa dekade terakhir (Diani Potra, 2006).
Pertanyaan-pertanyaan di atas membantu pembaca untuk mengkategorisasikan gerakan sosial yang dilakukan masuk dalam konsep dan perspektif gerakan sosial yang mana. Apalagi gerakan sosial bukan hanya fokus pada isu tenaga kerja dan negara. Lebih dari itu, gerakan sosial melihat dan berpusat pada kekhawatiran isu pembebasan perempuan, perlindungan lingkungan, dominasi kapital, ketimpangan sosial dan lain-lain.
Dalam topik gerakan sosial dan wacana, kategorisasi ini sangat penting untuk dilakukan. Kategorisasi ini bertujuan untuk memudahkan saya memilih berada pada sudut pandang mana untuk melihat Formapp Manggarai Barat sebagai gerakan sosial. Kira-kira perspektif apa yang akan saya pakai berdasarkan pertanyaan kategorisasi tersebut.
3. Buku Hegemoni dan Strategi Sosialis: Postmarxisme dan Gerakan Sosial Baru (Ditulis Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, 2008)
Buku Hegemoni dan Strategi Sosialis (HSS) merupakan pedoman bagi saya untuk berperspektif melihat Formapp sebagai gerakan sosial. Saya ingin memahami gerakan sosial dari sudut pandang Laclau dan Mouffe. Pandangan Laclau dan Mouffe sangat menarik dibahas karena mereka berada pada perspektif gerakan sosial baru/ atau gerakan sosial sebagai gerakan kultural (Manalu Dimpos, 2007).
Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial dalam konteks hubungan antagonistik dalam masyarakat. Antagonisme memainkan peran penting dalam pembentukan identitas dan hegomoni karena penciptaan suatu antagonisme sosial meliputi penciptaan musuh yang akan membentuk political frontiers yang dikotomik. Gerakan sosial harus dipahami sebagai bentuk perlawanan-perlawanan terhadap bentuk-bentuk penindasan baru yang muncul dalam masyarakat kapitalisme maju (Laclau dan Mouffe, 2008).
Dalam definisi di atas, Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial dilengkapi keterangan aktor penindas dan ditindas. Mereka beragumen bahwa ada empat posisi teoritik dalam melihat hubungan agen dan gerakan sosial (Laclau dan Mouffe, 2008): pertama, setiap masyarakat dan agen sosial adalah lokus bagi multiplisitas dari relasi-relasi sosial. Relasi tidak terbatas pada relasi sosial produksi, tetapi juga relasi-relasi sosial lainnya, seperti seks, ras, nasionalitas dan lingkungan. Semua hubungan-hubungan sosial ini mendeterminasi personalitas atau posisi subyek, karena itu setiap agen sosial merupakan lokus dari sejumlah posisi subyek dan tidak dapat direduksi hanya kepada satu posisi.
Kedua, menolak pandangan ekonomi mengenai evolusi sosial yang diatur oleh satu logika ekonomi, pandangan yang memahami bahwa kesatuan formasi sosial sebagai hasil dari akibat-akibat yang bersifat “niscaya” yang diproduksi dalam superstruktur politik dan ideologi oleh infrastruktur ekonomi. Kesatuan formasi sosial merupakan produk dari artikulasi-artikulasi politik yang pada gilirannya menjadi praktek sosial yang memproduksi formasi hegemonik.
Ketiga, “formasi hegemonik” adalah seperangkat format-format sosial yang stabil, materialisasi dari suatu artikulasi sosial di mana hubungan-hubungan sosial yang berbeda bereaksi secara timbal balik untuk menyediakan kondisi-kondisi eksistensi secara mutual, atau setidaknya menetralisir potensi dari efek-efek destruktif dari suatu hubungan-hubungan lain yang sejenis. Suatu formasi hegemonik selalu berpusat di antara hubungan-hubungan sosial tertentu. Keempat, semua hubungan sosial dapat menjadi lokus antagonisme, sejauh hubungan-hubungan tersebut dikonstruksi sebagai hubungan-hubungan subordinasi. Banyak format subordinasi yang berbeda dapat menjadi asal-mula konflik dan juga perjuangan.
Gerakan sosial yang dimaksud Laclau dan Mouffe harus membangun gerakan yang mengakomodir tuntutan berbagai macam kolompok dan kepentingannya untuk membangun gerakan sosial sebagai gerakan kolektif. Laclau dan Mouffe membahasakannya dengan istilah revolusi demokratik atau demokrasi radikal plural. Gerakan sosial merupakan ekspresi dari antagonisme yang muncul dalam memberikan respon terhadap formasi hegemoni yang muncul dari negara mendominasi individu-individu dan partisi mereka. Bagi Laclau dan Mouffe, gerakan sosial harus mampu membangun revolusi demokratik atau demokrasi radikal plural yang bersifat populis (Laclau dan Mouffe, 2008).
Istilah radikal dalam konsepsi demokrasi radikal plural yang dibangun Laclau dan Mouffe bisa bermakna antara lain (Laclau dan Mouffe, 2008): demokrasi harus pluralitas dari identitas-identitas yang berbeda tidaklah transenden dan tidak didasarkan pada dasar positif(is) apapun, perjuangan untuk kebebasan dan persamaan harus diperluas ke seluruh masyarakat atau pada wilayah sosial umumnya. Konsepsi ini mengandung dimensi sosialis karena menekankan problem subordinasi dalam masyarakat.
Perspektif Laclau dan Mouffe membantu saya dalam memahami gerakan sosial dengan berdasarkan pada empat posisi teoritik dalam melihat hubungan agen dan gerakan sosial. studi gerakan sosial Formapp bisa dianalisis dengan empat perspektif teoritik ini, sehingga saya dapat mempertemukan gerakan sosial Formapp mulai dari dibentuk serta dinamika yang terjadi di dalamnya dengan perspektif gerakan sosial baru Laclau dan Mouffe.
4. Jurnal berjudul “Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik: Kasus Perlawanan Masyarakat Batak vs PT Indorayon Utama, di Porsea, Sumatera Utara” (Ditulis Dimpos Manalu, 2007)
Jurnal ini pada dasarnya banyak menjelaskan konsep terkait dengan konsep-konsep gerakan sosial beserta studi kasus perlawanan masyarakat Batak melawan PT Indorayon di Porsea. Namun, saya menarik satu poin penting tulisan ini ialah Manula Dimpos membuat kesimpulan tesis dari gerakan sosial Laclau dan Mouffe. Secara umum tesis gerakan sosial Laclau dan Mouffe melihat gerakan kontemporer sebagai respon terhadap ketidakcakapan struktur politik dan ekonomi masyarakat. Jelas bahwa gerakan sosial yang dibangun dari pendekatan Laclau dan Mouffe memiliki struktur organisasi yang terdesentralisasi, menggunakan strategi inkonvensional, dan terfokus pada isu budaya dan identitas (Manalu Dimpos, 2007).
Maka, kelemahan utama dari pendekatan gerakan sosial baru ini adalah kurang mampu melihat keterkaitan gerakan-gerakan sosial yang berlangsung sepanjang masa atau menafikan gerakan-gerakan kontemporer serta peran mereka dalam menjaga dinamika gerakan berkelanjutan. Selain itu gerakan sosial baru seolah perubahan cultural bisa dipisahkan dari isu-isu politik konvensional seperti hukum dan keadilan distributif (Manalu Dimpos, 2007).
B. Konsep Wacana
1. Jurnal “Pertempuran Makna Publik dalam Wacana Proyek Reklamasi Reklamasi Teluk Jakarta” (Ditulis Amalinda Savirani, 2017)
Wacana berkaitan dengan “artikulasi” atau berargumen (Savirani Amalinda, 2017). “Artikulasi” dipahami sebagai kegiatan atau praktik apa pun yang membangun relasi di antara elemen, termasuk identitas, yang merupakan hasil dari modifikasi kegiatan berwacana atau berartikulasi (Savirani Amalinda, 2017). Hal ini merujuk pada teori wacana Laclau dan Mouffe yang berasumsi bahwa semua obyek dan tindakan memiliki makna, yaitu produk dari sistem-sistem partikular yang memiliki perbedaan signifikan, yang bersifat spesifik secara historis (Laclau dan Mouffe, 2008). Teori ini menelaah bagaimana praktek-praktek sosial mengartikulasikan dan mengkontestasikan wacana yang bisa membentuk realitas sosial. Praktek-praktek ini menjadi mungkin karena sistem-sistem pemaknaan bersifat contingent dan tidak pernah secara penuh/tetap (fixed) dalam menuntaskan wilayah yang sosial dari pemaknaan (Laclau dan Mouffe, 2008).
Argumentasi wacana yang disampaikan tulisan ini memberikan sudut pandang bagi saya dalam melihat bagaimana wacana “konservasi” diproduksi dan diolah untuk mempengaruhi masyarakat di Manggarai Barat. Arah yang akan saya lakukan berbeda dengan apa yang disampaikan Amalinda Savirani (2017). Analisis wacana yang akan diteliti bukan bagaimana kontestasi wacana yang terjadi, melainkan bagaimana salah satu aktor memproduksi dan mengolah wacana tersebut sehingga diterima oleh agen sosial serta relasi yang terjadi di dalamnya.
2. Buku Hegemoni dan Strategi Sosialis: Postmarxisme dan Gerakan Sosial Baru (Ditulis Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, 2008)
Dalam ranah pemikiran teoritik Laclau dan Mouffe, wacana dijelaskan sebagai totalitas terstruktur yang dihasilkan dari praktek artikulasi (Jalal Moch, 2007). Posisi-posisi yang berbeda-beda yang terartikulasi oleh wacana disebut moments. Secara kontras, sebutan elemen setiap perbedaan yang tidak terartikulasikan secara diskursif. Pembedaan-pembedaan ini mengharuskan adanya tipe-tipe spesifikasi (Laclau dan Mouffe, 2008): Pertama, suatu formasi diskursif bukan merupakan sesuatu yang satu kesatuan baik dan dalam koherensi logis dari elemen-elemen, atau secara apriori dalam subyek transendentalnya.
Kedua, Laclau dan Mouffe menolak pembedaan antara praktek-praktek diskursif dan non-diskursif. Hal ini ditegaskan: a. bahwa setiap objek terbentuk sebagai objek wacana karena tidak ada objek yang muncul begitu saja di luar syarat kemunculan yang bersifat diskursif; dan bahwa setiap pembedaan antara apa yang biasanya disebut sebagai aspek-aspek linguistik dan behavioral dalam suatu praktek sosial, merupakan suatu pembedaan yang tidak tepat atau pun merupakan sesuatu yang harus dipahami sebagai suatu diferensiasi terhadap produksi makna sosial yang terstruktur dalam totalitas-totalitas diskursif. Ketiga. Gerak transisi menuju totalitas relasional yang disebut sebagai diskursus, akan sulit untuk bisa memcahkan problem-problem awal jika logika relasional dan pembedaan dari totalitas diskursif berkembang secara tidak terbatas.
Berdasarkan teorisasi mereka, teorisasi wacana meliputi seperangkat pemahaman luas terhadap yang politik (the political), tidak semata-mata dibatasi oleh lembaga-lembaga (institusi-institusi), namun lebih dari itu, the political dipahami sebagai sesuatu yang bersifat konstitutif terhadap (makna) yang sosial (the social), dan secara parsial (contingent) pemaknaannya ditetapkan (fixed) dalam konstruksi-konstruksi sosial (Laclau dan Mouffe, 2008).
Dalam buku HSS, Laclau dan Mouffe menjelaskan secara rinci bagaimana melihat wacana dengan karakteristik. Dengan demikian, setiap hal yang muncul ke atas permukaan dalam relasi sosial belum tentu wacana jika tidak memenuhi karakteristik wacana tersebut. Selain itu, Laclau dan Mouffe melengkapi pembahasannya dengan cara kerja wacana itu sendiri. Penjelasan dalam buku ini menjadi arah bagaimana wacana “konservasi” dianalisis dari kemunculannya, proses distribusi, dan dinamika sampai wacana tersebut diterima sebagai kebenaran.
Daftar Pustaka:
Jalal, Moch. (2007). Praktik Diskursif The Theory of Truth Michel Foucault dalam Konstruksi Simbolisasi Bahasa di Indonesia. Journal Universitas Airlangga. 20. 220-227. Diakses dari http://journal.unair.ac.id/article_2152_media15_category8.html.
Laclau, Ernesto dan Chantal Mouffe. (2008). Hegemoni dan Strategi Sosialis: Postamarxisme dan Gerakan Sosial Baru (Cetakan I). Yogyakarta: Resist Book.
Manalu, Dimpos. (2007). Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik: Kasus Perlawanan Masyarakat Batak vs PT Indorayon Utama, di Porsea, Sumatera Utara. Jurnal Populasi UGM. 18.27-50. Diakses dari https://jurnal.ugm.ac.id/populasi/article/view/12066
Porta, D. Della dan Mario Diani. (2006). Social Movement: An Introduction (Second Edition). Cartlon: Blackwell Publishing.
Putra, Fadillah dkk. (2006). Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial Indonesia (Cetakan I). Malang: Averroes Press.
Savirani, Amalinda. (2017). Pertempuran Makna Publik dalam Wacana Proyek Reklamasi Reklamasi Teluk Jakarta. Jurnal Presma. 36. 112-126.
Komentar
Posting Komentar