MELIHAT HAKIKAT PARTAI POLITIK DAN MEDIA MASSA
Refleksi Pemberitaan Tempo 26 Maret 2016 Berjudul “7 Media ini Dituding Berpihak
dan Tendensius”
Pada dasarnya, masyarakat sangat membutuhkan
kehadiran media massa dalam kehidupan sehari-harinya. Hal itu dikarenakan
masyarakat memiliki kebutuhan informasi dalam kehidupan sehari-harinya. Media
massa juga dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses
perubahan sosial budaya dan politik. Bahkan, dalam beberapa pendapat tokoh
komunikasi, media dilihat sebagai pilar keempat dalam demokrasi setelah
eksekutif, legislatif, dan yudikatif ( Fauzi Ahmad, 2016). Demi terwujudnya hal
itu, media memiliki tanggung jawab untuk menjadi pelayan publik dengan memenuhi
kebutuhan informasi masyarakat yang benar. Maka, jelas media massa selalu
berkaitan dengan publik dan kepentingan umum.
Akan tetapi, dalam proses
perkembangannya media massa mulai
ditunggangi oleh kepentingan tertentu dan tujuan tertentu. Pernyataan ini
tampak dalam kepemilikan media massa tertentu oleh aktor-aktor politik ( Fauzi
Ahmad, 2016) , sehingga dalam tayangan dan beritanya pun beberapa media massa
menunjukkan keberpihakan pada partai politik tertentu. Hal ini tentu menjadi
problema yang cukup mengusik kehidupan publik dan secara tidak langsung merekonstruksi konsep masyarakat tentang
kelompok berkepentingan. Maka, dalam tulisan ini, penulis mencoba melihat
perbandingan hakikat media massa dan partai politik dengan realitas yang
terjadi dalam kehidupan berbangsa di Indonesia, dengan menjadikan Pemberitaan
Tempo 26 Maret 2016 berjudul “7 Media Ini
Dituding Berpihak dan Tendensius” sebagai bahan renungan.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan sebelum melihat lebih jauh mengenai persoalan keberpihakkan
media massa terhadap kelompok atau partai politik tertentu, antara lain hakikat
partai politik dan media massa. Hakikat media antara masyarakat dan pemerintah
ini menjadi tolok ukur dalam melihat perwujudan fungsi parpol dan media massa sekarang ini.
Pertama, Partai Politik merupakan perantara besar yang
menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga
pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam
masyarakat politik yang lebih luas (Ways, 2015: 132-133). Hal ini merujuk pada kehadiran partai politik
sebagai wadah pemberdayaan masyarakat luas untuk menjadi masyarakat politik.
Partai politik menjadi agen yang mengedepankan kebutuhan informasi masyarakat.
Menurut Firmansyah dalam Mulyansiah A. Ways
(2015) menambahkan ada beberapa fungsi partai politik, yaitu melakukan
pembinaan, edukasi, pembekalan, kaderasi, melanggengkan ideologi politik, dan
bertanggung jawab kepada konstitusional serta moral dan etika untuk melahirkan
kodisi masyarakat politik yang baik. Fungsi-fungsi ini menjadi bagian pokok
untuk mengkritisi proses dan eksistensi partai politik di Indonesia. Poin-poin
fungsi Partai politik menjadi ukuran keberhasilan atau pun kegagalan partai
politik dalam melahirkan dan melayani masyarakat politik yang baik.
Kedua, media massa
memiliki fungsi jika dilihat dari kacamata positif antara lain memberikan
informasi, sarana edukasi, alat hiburan, serta kontrol sosial (Agustino, 2009).
Fungsi-fungsi ini membantu masyarakat
dalam menikmati berbagai informasi dan menjadi kompas dalam menentukan arah
kehidupan sosial, sebagaimana salah satu fungsinya yaitu sebagai kontrol
sosial. Selain itu, kehadiran dan kebebasan media massa dalam kehidupan politik
di Indonesia diharapkan bisa menjadi perangsang untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat Indonesia dalam berpolitik.
Partai politik dan media massa memiliki
tempat yang sama dalam beberapa fungsinya. Keduanya menjadi perantara utama
antara pemerintah dengan masyarakat. Hak masyarakat dapat disalurkan melalui
partai politik dan media massa. Sebaliknya kebijakan pemerintah dalam bentuk
apa pun ditransparankan melalui partai politik dan media massa. Maka, kehadiran
kedua perantara ini diharapkan dapat menjadi wadah dan perangsang yang membantu
meningkatkan kualitas masyarakat dan pemerintah dalam kehidupan berpolitik.
Akan
tetapi, tidak jarang media massa dan partai politik melakukan kekeliruan dalam
menjalankan fungsi-fungsinya. Pemberitaan Tempo 26 Maret 2016 berjudul “7 Media Ini Dituding Berpihak dan Tendensius” merupakan salah satu
bukti nyata bahwa kedua
perantara ini tidak melakukan fungsinya dengan baik. Hal utama yang disoroti dalam kasus ini ialah
mengenai independensi dan etika jurnalistik yang diabaikan oleh 7 media. Dalam
pemberitaan tersebut, ada 7 media yang menunjukkan keberpihakan mereka kepada pemiliknya. Sebagai contoh, Tv One
milik ketua umum partai golkar Aburizal Bakrie dan Metro Tv milik ketua umum
partai nasdem Surya Paloh.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 6
tahun 2009 (Agustino, 2009: 140), pada
pasal 59, disebutkan (i) Media cetak dan
media elektronik memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon
untuk menyampaikan tema dan materi kampanye; (ii) memberikan kesempatan yang
sama kepada pasangan calon untuk memasang iklan pemilihan dalam rangka
kampanye. Selain peraturan pemerintah No. 6 tahun 2009, Fauzi Ahmad (2016)
menambahkan hukum tentang netralitas pemberitaan dalam Undang-Undang No. 32
tahun 2002 tentang penyiaran pada pasal 36 butir 4 yang menyatakan bahwa isi
siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan
golongan tertentu. peraturan-peraturan
ini menegaskan bahwa pemerintah memberi peraturan sah mengenai hak setiap
pasangan calon pemimpin maupun partai politik untuk menjadikan semua media
sebagai wadah untuk melakukan kampanye dan iklan. Selain itu, media juga
dituntut untuk mengutamakan netralitas pemberitaan.
Hukum di atas sangat dilanggar ketika
dihadapkan dengan kasus yang diberitakan Tempo tersebut. Hal itu terletak pada
pilihan media dalam menentukan sikap keberpihakan mereka dengan partai dan
calon tetentu dalam melakukan kampanye dan iklan. Pemberitaan “Media Ini
Dituding Berpihak dan Tendensius” mengindikasikan ada pengabaian hakikat
parpol dan media oleh parpol dan media tertentu. Kekeliruan ini terletak pada partai politik
yang tidak mengindahkan peran media sebagai perantara masyarakat dengan
pemerintah. Sebaliknya, memperlakukan media sebagai wadah yang tepat untuk
mengangkat kemasyuran partai dan pemilik mereka dalam dunia perpolitikkan di
Indonesia.
Pengalihfungsian kedua perantara
politik ini berimbas pada kurangnya
partisipasi masyarakat dalam proses politik di Indonesia. Alasan utamanya ialah ketidaksesuaian antara
hakikat dan praktek yang ditampilkan oleh kedua media politik ini. Perantara
yang diharapkan menjadi perangsang demokrasi dan wadah edukasi justru
memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan politik tertentu. Akibat lanjutan
dari kekeliruan ini ialah perwujudan demokrasi di Indonesia tidak berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Bagaimana pun partisipasi masyarakat menjadi
tolok ukur utama dalam menentukan keberhasilan demokrasi.
Oleh karena itu, penulis melihat bahwa
pemberitaan tentang “7 Media Ini Dituding
Berpihak dan Tendensius”menjadi salah satu permasalahan yang harus diselesaikan dengan tepat
sebagai tindakn preventif perpolitikan Indonesia di masa yang akan datang .
Penyelesaian kasus ini tentu merujuk pada hakikat fungsi, kehadiran dan keterlibatan
mereka dalam politik Indonesia. Maka,hasil-hasil
positif dari peran kedua media dapat dirasakan masyarakat yang kemudian bisa
merangsang partisipasi masyarakat dalam
politik Indonesia.
Persoalan
ini juga memerlukan keterlibatan dari semua komponen negara untuk turut
memperjuangkan penormalan partai politik dan media massa. Pemerintah harus
mempertegas pengawasan terhadap partai politik dan media massa, masyarakat membantu
pemerintah dalam pengawasan kedua media besar ini dengan menyampaikan aspirasi
jika terjadi kekeliruan maupun kesalahan dalam pemberitaan. Partai politik dan
media massa perlu menyadari hakikat keberadaan mereka sebagai media antara
masyarakat dengan pemerintah. Dengan begitu, hakikat media massa dan parpol
dapat terwujud dan tentu kebutuhan informasi publik bisa tercapai.
Daftar
Sumber:
Agustino,
Leo, 2009, Pilkada dan Dinamika Politik
Lokal, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Soares,
Singgih, 2014, 7 Media Ini
Dituding Berpihak dan Tendensius, Tempo Co. (diunggah tanggal 9 Desember
2016)
Ways,
Muliansyah, 2015, Political: Ilmu
Politik, Demokrasi, Partai Politik dan Welfare State, Yogyakarta, Buku
Litera.
Fauzi,
Ahmad, 2016, Netralitas Media, kompasiana.com.
(diunggah tanggal 9 Desember 2016)
Kurnianto,
Fajar, 2016, Makna Kehadiran Partai
Politik, Kompas.com
Komentar
Posting Komentar