PENDEKATAN STRUKTURALISME

Memilih Strukturalisme  sebagai Refleksi atas Pendekatan Behavioralisme
Ilmu politik telah mengalami perkembangan yang menarik sebagai sebuah disiplin ilmu. Perkembangan tersebut diwarnai oleh adanya perdebatan di antara para ilmuwan politik yang berbeda pandangan tentang apa yang seharusnya menjadi obyek utama dalam kajian ilmu politik dan bagaimana cara mempelajari obyek studi tersebut. Perdebatan itu semakin hebat semenjak dasawarsa limapuluhan, yaitu setelah sebagian ilmuwan politik menggunakan pendekatan tingkah laku (behavioral approach) untuk mempelajari kehidupan politik.
Pendekatan perilaku terhadap analisis politik dan sosial berkonsentrasi pada satu pertanyaan tunggal yakni mengapa orang berkelakuan sebagaimana yang mereka lakukan? yang membedakan pendekatan perilaku dengan dengan pendekatan lain adalah bahwa : (a) perilaku dapat diteliti (observable behaviour) dan (b) penjelasan apapun tentang perilaku tersebut mudah diuji secara empiris. Namun, pendekatan ini kurang memberi perhatian pada perubahan (change) dalam masyarakat, menolak memasukkan nilai-nilai dan norma dalam penelitian, dan tidak memiliki  relevansi dengan realitas politik dan buta terhadap masalah-masaah sosial.
Behavioralis telah secara mendalam menganalisis alasan yang mendasari bentuk utama partisipasi politik massa di negara demokratis: pengambilan suara. Mereka juga meneliti asal-usul partisipasi dalam bentuk aktivitas politik lain yang lebih tak biasa, seperti demonstrasi, pemogokan dan bahkan kerusuhan. Pada tingkat elite, ahli behavioral telah menganalisis perilaku kepemimpinan, menempatkan perhatian khusus pada hubungan antara cara pemimpin memandang dunia dan tindakan tertentu yang mereka ambil. Dalam segi kumpulan sosial, analisis behavioral telah meneliti tindakan kelompok kepentingan dan partai politik. Pada tingkat internasional, analisisi behavioral juga telah difokuskan pada tindakan negara bangsa dan juga pada perilaku aktor non-negara seperti korporasi multinasional, kelompok teroris internasional dan organisasi supranasional seperti Uni Eropa.
Akan tetapi, keterikatan pendekatan behavioralisme pada penelitian pola perilaku individu membuat saya ingin mengeksplorasi pendekatan lain. Hemat saya, setiap kasus dalam sistem politik sebuah negara tidak semata-mata dipengaruhi oleh perilaku individu. Behavioralisme selalu mempertanyakan tentang moral individu, misalnya korupsi yang terjadi di sebuah negara dipengaruhi oleh kerakusan dan keserakahan individu tertentu.
Atas refleksi di atas, saya ingin memilih pendekatan lain yang tidak terus-terusan mempersoalkan moral individu, tetapi lebih dari itu melihat lingkungan sekitar yang terbingkai dalam struktur tertentu. Struktur bisa mempengaruhi terjadi sesuatu. Sesuatu yang positif, maupun negatif. Maka, pendekatan yang cocok untuk hal itu ialah pendekatan strukturalisme.

Pendekatan Strukturalisme dan Sejarahnya
Pendekatan strukturalisme berasal dari bahasa latin struere yang berarti membangun dan kata structura yang berarti bentuk bangunan. Ajaran pokok strukturalisme adalah semua masyarakat dan kebudayaan memiliki suatu struktur yang sama dan tetap. Strukturalisme, sebagaimana tersirat dalam istilahnya, berkaitan dengan penyingkapan struktur sebagai pemikiran dan tingkah laku manusia. Hakikat dari pendekatan strukturalis adalah bahwa ia tidak menyoroti mekanisme sebab-akibat dari suatu fenomena, melainkan tertarik pada konsep bahwa satu totalitas yang kompleks dapat dipahami sebagai suatu rangkaian unsur-unsur yang saling berkaitan (Zaprulkhan, 2016). Strukturalisme tidak hanya terpaku pada keberadaan unsur-unsur tertentu, tetapi melihat bagaimana unsur-unsur tersebut berelasi.
Dalam sosiologi, antropologi dan linguistik, strukturalisme adalah metodologi yang melihat unsur budaya manusia dengan sistem secara menyeluruh atau umum yang disebut struktur. Ia bekerja untuk mengungkap struktur yang mendasari semua hal yang dilakukan, dipikirkan, dirasakan, dan bagaimana manusia merasa. Atau, seperti yang dirangkum oleh filsuf Simon Blackburn, strukturalisme adalah keyakinan bahwa fenomena kehidupan manusia yang tidak dimengerti kecuali melalui keterkaitan antara mereka. Hubungan ini merupakan struktur, dan belakang variasi lokal dalam fenomena yang muncul di permukaan ada hukum konstan dari budaya abstrak.
Selain itu, aliran Strukturalis atau Strukturalisme dilihat suatu pendekatan ilmu humanis yang mencoba untuk menganalisis bidang tertentu (misalnya, mitologi) sebagai sistem kompleks yang saling berhubungan. Ferdinand de Saussure (1857-1913) dianggap sebagai salah satu tokoh penggagas aliran ini, meskipun masih banyak intelektual Perancis lainnya yang dianggap memberi pengaruh lebih luas. Aliran ini kemudian diterapkan pula pada bidang lain, seperti sosiologi, antropologi, psikologi, psikoanalisis , teori sastra dan arsitektur. Ini menjadikan strukturalisme tidak hanya sebagai sebuah metode, tetapi juga sebuah gerakan intelektual yang datang untuk mengambil alas eksistensialisme di Perancis tahun 1960-an.
Strukturalisme muncul sekitar paruh kedua abad ke-20 dan berkembang menjadi salah satu pendekatan yang paling populer di bidang akademik berkaitan dengan analisis bahasa, budaya, dan masyarakat.  Aktivitas Ferdinand de Saussure yang menggeluti bidang  linguistik inilah yang dianggap sebagai titik awal dari strukturalisme. Istilah Strukturalisme itu sendiri muncul dalam karya-karya antropolog Perancis Claude Lévi-Strauss, yang menyebabkan gerakan strukturalis di Perancis. Hal ini pula yang mendorong para pemikir seperti Louis Althusser, psikoanalis Jacques Lacan, serta Nicos Poulantzas untuk mengembangkannya sebagai Marxisme struktural. Sebagian besar anggota aliran strukturalisme ini tidak menggambarkan diri sebagai bagian dari setiap gerakan tersebut. Strukturalisme berkaitan erat dengan semiotika. Tidak lama kemudian, aliran baru post strukturalisme muncul dan mencoba untuk membedakan diri dari aliran struktural. Dengan cara memunculkan hal-hal yang kontradiktif (dekonstruksi), para pengikut aliran ini berusaha untuk menjauhkan diri dari pikiran stukturalis. Beberapa kaum intelektual seperti Julia Kristeva, mengambil strukturalisme (dan formalisme Rusia) untuk titik awal kiprahnya yang kemudian menjadikannya menonjol sebagai salah satu tokoh post strukturalis. Strukturalisme memiliki berbagai tingkat pengaruh dalam ilmu sosial, dan pengaruh sangat kuat dapat terlihat di bidang sosiologi. .( https://id.wikipedia.org/wiki/Strukturalisme, diunduh 27 Maret 2017)
Aliran Strukturalis menyatakan bahwa budaya manusia harus dipahami sebagai sistem tanda (system of signs). Robert Scholes mendefinisikannya sebagai reaksi terhadap keterasingan modernis dan keputusasaan. Para kaum strukturalis berusaha mengembangkan semiologi (sistem tanda). Ferdinand de Saussure adalah penggagas strukturalisme abad ke-20, dan bukti tentang hal ini dapat ditemukan dalam Course in General Linguistics, yang ditulis oleh rekan-rekan Saussure setelah kematiannya dan berdasarkan catatan para muridnya. Saussure tidak memfokuskan diri pada penggunaan bahasa (parole, atau ucapan), melainkan pada sistem yang mendasari bahasa (langue). Teori ini lalu muncul dan disebut semiologi. Namun, penemuan sistem ini harus terlebih dahulu melalui serangkaian pemeriksaan parole (ucapan). Dengan demikian, Linguistik Struktural sebenarnya bentuk awal dari linguistik korpus (kuantifikasi). Pendekatan ini berfokus pada  bagaimana sesungguhnya kita dapat mempelajari unsur-unsur bahasa yang terkait satu sama lain  sinkronis daripada diakronis. Akhirnya, dia menegaskan bahwa tanda-tanda linguistik terdiri atas dua bagian, sebuah penanda (pola suara dari sebuah kata, baik dalam proyeksi mental – seperti pada saat kita membaca puisi untuk diri kita sendiri dalam hati – atau sebenarnya, realisasi fisik sebagai bagian dari tindak tutur) dan signified (konsep atau arti kata). Ini sangat berbeda dari pendekatan sebelumnya yang berfokus pada hubungan antara kata dan hal-hal di dunia dengan referensinya (Roy Harris dan Talbot Taylor, [1989], hal 178-179).
Pemikiran Saussure ternyata mempengaruhi banyak linguis pada kurun waktu terjadinya Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Di Amerika Serikat, misalnya, Leonard Bloomfield mengembangkan linguistik structural versinya sendiri. Selain itu, ada pula linguis lainnya seperti Louis Hjlemslev dari Denmark dan Alf Sommerfelt dari Norwegia. Di Perancis, Antoine Meillet dan Émile Benveniste melanjutkan pemikiran Saussure ini. Tapi yang paling penting dan masih tetap relevan hingga saat ini adalah Mahzab Praha dengan tokoh sentralnya seperti Roman Jakobson dan Nikolai Trubetzkoy, melalui penelitian yang telah dilakukannya.( https://id.wikipedia.org/wiki/Strukturalisme, diunduh 27 Maret 2017)
Karakteristik Pendekatan Strukturalisme
Ciri-ciri strukturalisme adalah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual objek melalui penyelidikan, penyingkapan tabiat, sifat-sifat yang terkait dengan suatu hal melalui pendidikan. Ciri-ciri itu bisa dilihat dari beberapa hal; hirarki, komponen atau unsur-unsur, terdapat metode, model teoritis yang jelas dan distingsi yang jelas. Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hierarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat) (Bagus, 1996: 1040).
            Para ahli strukturalisme menentang eksistensialisme dan fenomenologi yang mereka anggap terlalu individualistis dan kurang ilmiah. Salah satu yang terkenal adalah pandangan Maurice Meleau-Ponty menekankan bahwa hal yang fundamental dalam identitas manusia adalah bahwa kita adalah objek-objek fisik yang masing-masing memiliki kedudukan yang berbeda-beda dan unik dalam ruang dan waktu.
Zaprulkhan (2016) dalam bukunya berjudul Filsafat Ilmu: Sebuah Analisis Kontemporer memaparkan sebuah unsur hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan rangkaian secara total. Jadi, apa yang ditekankan dalam strukturalisme bukanlah hakikat dari unsur itu sendiri, melainkan relasi di antara unsur-unsur. Dengan kata lain, makna dari unsur pada situasi tertentu tidak dapat diungkapkan di dalam unsur itu sendiri, melainkan melalui hubungan antara unsur tersebut dengan unsur-unsur lain.
Untuk itu, ada beberapa kesimpulan tentang pemikiran strukturalisme (Piliang Yasraf dalam Zaprulkhan, 2016: 173): 1). Strukturalisme tidak menganggap penting individu sebagai subjek pencipta, dan melihatnya lebih sebagai kode yang tersedia; 2). Strukturalisme memberikan perhatian yang sedikit pada sebab-akibat, dan memusatkan dirinya pada kajian tentang struktur; 3). Strukturalisme tidak menganggap penting pertanyaan tentang sejarah dan perubahan, dan lebih berkonsentrasi pada kajian hubungan antara seperangkat unsur-unsur di dalam suatu sistem pada waktu tertentu.
            Pemikiran strukturalisme merupakan jawaban lain untuk menganalisis kasus yang terjadi dalam dunia perpolitikan. Selama ini, masalah-masalah sosial yang terjadi selalu dianalisis dengan pendekatan individual atau behavioralisme yang selalu permuara pada kerusakan moral dan kurangnya iman, sikap rakus dan serakah dari pelaku, dan lain-lain. strukturalisme menyatakan ada pengaruh struktur yang ada, sehingga terjadinya sebuah masalah atau kejahatan sosial.

Kelemahan Pendekatan Strukturalisme
            Sebagaimana pendekatan lain yang memiliki kelemahan, pendekatan struktural juga memiliki kelemahan. Kelemahan pertama ialah pendekatan struktural mengabaikan eksistensi individu dalam melakukan analisis. Fokus utamanya ialah apakah sebuah struktur menjamin kebaikan atau keburukan. Padahal dalam hal tertentu, individu memiliki andil yang besar dalam sebuah persoalan yang terjadi. Pendekatan struktural juga tidak memfokuskan analisis pada apa yang menjadi penyebab terjadinya sebuah kasus, dan apa yang menjadi akibat dari adanya kasus tersebut. konsistensinya pendekatan struktural dalam struktur membuatnya melupakan aspek-aspek lain sebagai faktor pendukung dan penentang terjadinya sebuah kasus. Selain itu, pendekatan strukturalisme tidak mempersoalkan sejarah dan perubahan  yang terjadi dalam masyarakat. padahal sejarah dan perubahan perlu dijadikan pembanding dalam menganalisis kasus.
Pendekatan Strukturalis dalam Kasus
            Sebagai contoh, baru-baru ini Indonesia digemparkan kasus mega korupsi E-KTP. Kasusi ini menjadi kasus korupsi terbesar di Indonesia karena mengakibatkan kerugian negara sebesar 2,3 triliun. Dalam Tribun Medan pada tanggal  11 Maret 2017 diberitakan 14 kader partai yang terseret dalam perkara dugaan korupsi E-KTP. Para kader partai politik yang menduduki jabatan sebagai anggota II DPR RI diduga menerima fee dari proyek tersebut. Namun, tidak semua nama yang disebut adalah pelaku korupsi dalam kasus E-KTP.
            Adapun 14 anggota Komisi II yang ikut mencicipi jatah dalam proyek itu yang disebut dakwaan, antara lain:
         Taufiq Effendi menerima 103 dollar AS;
         Khatibul Umam Wiranu menerima 400.000 dollar AS;
         Chaeruman menerima 584.000 dollar AS;
         Agun Gunanjar Sudarsa (sekaligus anggota Banggar DPR) menerima 1.047 dollar AS;
         Ganjar Pranowo menerima 520.000 dollar AS;
         Yassona H. Laoly menerima 84.000 dolla AS;
         Arief Wibowo menerima 108.000 dollar AS;
         Teguh Juwarno menerima 167.000dolar AS;
         Numan Abdul Hakim menerima 37.000 dollar AS;
         Abdul Malik Haramaen menerima 37.000 dollar AS:
         Jamal Azis menerima 37.000 dollar AS;
         Miryam s. Haryani menerima 23.000 dollar AS;
         Taufiq Hidayat menerima 103 dollar AS;
         Mustoko Weni Murdi menerima 408.00 dollar AS;
Tercatat, dari 14 nama yang disebut, empat anggota di antaranya berasal dari Partai berlambang pohon beringin, Partai Golkar. Mereka di antaranya adalah, Chaeruman Harahap, Agun Gunanjar Sudarsa, Taufiq Hidayat, dan Mustoko Weni Murdi. Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan juga tercantum dalam 14 nama tersebut. Mereka adalah, Ganjar Pranowo, Yassona H. Laoly, dan Arief Wibowo. Kader dari Partai Demokrat yang diketuai oleh Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini juga ikut tercantum dalam daftar dakwaan. Mereka adalah Taufik Effendi dan Khatibul Umam Wiranu. Dua kader Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) juga ikut tercantum dalam daftar dakwaan kasus dugaan korupsi E KTP. Mereka adalah Jamal Aziz dan Miryam S Haryani. Dari 14 nama yang tersebut di atas, masing-masing satu kader dari Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga diduga terlibat dalam perkara E KTP. Mereka adalah Teguh Juwarno dari PAN, NU'man Abdul Hakim dari PPP, dan Abdul Malik Haramaen dari PKB. (Tribunwow.com/Fachri Sakti Nugroho)
Kasus korupsi yang terjadi ini bukan semata-mata disebabkan oleh keserakahan atau kerakusan para koruptor. Contoh di atas setidaknya menggambarkan bahwa ada struktur tertentu yang menyebabkan orang melakukan tindakan korupsi, yaitu partai politik. Partai politik sebagai bagian dari sistem politik Indonesia tentu mengambil banyak peran dalam menentukan kebijakan dan mengurus anggaran pemerintah.
            Dalam menjalankan peran-perannya tersebut, partai politik berpedoman pada fungsi-fungsinya, antara lain: a). partai politik sebagai sarana komunikasi politik adalah partai politik menjalankan tugas menyalurkan berbagai pendapat dan aspirasi masyarakat kepada pemerintah. b). Sosialisasi politik sebagai upaya pemasyarakatan politik agar dikenal, dipahami, dan dihayati oleh masyarakat. c). Partai politik mempunyai tanggung jawab melaksanakan rekrutmen politik. Artinya, partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Dalam pengertian ini berarti partai politik turut serta memperluas partisipasi politik dalam masyarakat. Usaha rekrutmen politik ini dapat dilakukan dengan cara kontak pribadi, persuasi (pendekatan), dan menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang akan menggantikan pemimpin lama pada masa mendatang. d). partai politik bertugas menyatakan kepentingan warga masyarakat kepada pemerintah dan badan-badan politik yang lebih tinggi. e). merumuskan program politik yang mencerminkan gabungan tuntutan-tuntutan dari partai-partai politik yang ada dalam pemerintahan dan menyampaikannya kepada badan legislatif.
Partai politik memiliki kekuatan yang sangat kuat dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Partai politik senantiasa mengirimkan kader-kadernya untuk masuk dalam berbagai ranah aktivitas pemerintah, dimana sebagian besar jelas menduduki ranah legislatif, dan bahkan tendensi penempatan kader-kader partai politik ini juga cukup mendominasi wilayah eksekutif, khususnya pada penempatan menteri-menteri yang masuk dalam kabinet pemerintah. sejak reformasi bergulir, parpol memiliki peran paling strategis. Parpol adalah sumber rekrutmen utama pejabat publik dari tingkat presiden hingga bupati. Parpol juga melahirkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun, krusialnya peran parpol tidak diikuti dengan instrumen memadai untuk mencegah korupsi yang melibatkan parpol. (Bakti Yudha, 2014).
            Kasus korupsi E-KTP menjadi salah satu dampak utama ada partai politik dalam struktur sistem pemerintahan Indonesia. Dominasi parpol melahirkan relasi negatif kekuasaan atau mafia kekuasaan   di antara para kader atau pun antar parpol di kursi pemerintahan yang bermuara tindakan korupsi. Sehingga, pemerintah kwalahan mengatasi kasus yang melibatkan parpol karena bersifat menjalar. Hal itulah yang sedang dihadapi pemerintah Indonesia dalam mengatasi kasus korupsi E-KTP.
            Analisis eksistensi partai politik dalam sistem pemerintahan di atas, yang disederhanakan dalam kasus korupsi E-KTP menjadi salah satu cara untuk menggunakan pendekatan strukturalisme. Sebagai penegasan, saya memilih pendekatan strukturalisme karena saya ingin melihat persoalan-persoalan atau kasus yang terjadi dalam perpolitikan Indonesia dengan mempertanyakan struktur yang ada. Apakah struktur tersebut mendukung setiap kebijakan yang dibuat atau menentang kebijakan yang dibuat. Sebagai rekomendasi kepeda negara, pendekatan strukturalisme membuat kesimpulan; jika struktur tersebut mendukung, maka struktur tersebut patut mendapat dukungan dari masyarakat. Jika tidak, sruktur tersebut perlu diteliti dan dirombak kembali untuk mencegah persoalan-persoalan yang lebih besar yang dapat melumpuhkan sistem politik Indonesia. Hal ini cukup sulit dilakukan karena struktur yang ada pun dibangun karena adanya struktur-struktur lama yang merusak sistem poltik Indonesia.
            Akan tetapi, bagaimanapun perubahan harus terus diperjuangkan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat Indonesia. Meskipun perombakan itu dilakukan dalam durasi waktu yang sangat cepat. Sebagai catatan, pendekatan strukturalisme tidak terlibat dalam proses membuat perubahan tersebut, tetapi lebih kepada apakah struktur yang ada mempengaruhi produksi kebijkan atau kasus yang terjadi.
           

Daftar Sumber:
Kurzweil Edith, 2015,  Jaring Kuasa STRUKTURALISME,  Bantul: Kreasi Wacana.
Zaprulkhan, 2016, FILSAFAT ILMU: Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Rizal Muntansyir dkk, 2004,  Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
(diunduh tanggal 25 Maret 2017)
(diunduh tanggal 25 Maret 2017)
(diunduh tanggal 25 Maret 2017)
(diunduh tanggal 25 Maret 2017)
https://id.wikipedia.org/wiki/Strukturalisme  (diunduh tanggal 26 Maret 2017)







Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PARLEMENTER, TERPIMPIN DAN DEMOKRASI PANCASILA

STATE AUXILIARY BODIES: Defenisi dan Penting Penerapannya dalam Negara Demokratis